MAKALAH
Tafsir Al-Qur’an surat An-Nisaa’
ayat 105
tentang Larangan Membela Orang Salah
Pembimbing : Nurul M, M.Pd.I
Disusun Oleh :
Aida
Yuniar
Erna Widya Widayani
Islachiyatul
Asyrofiyah
MAN
Kandangan
2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan karunia-Nya kami masih
diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa kami ucapkan
terimakasih kepada teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam
menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
masih banyak kekurangan, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun. Dan semoga selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi
teman-teman sekalian.
Amiin.
Amiin.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Al-Qur’an sebagai wahyu yang diberikan kepada Nabi
Muhammad Saw. membawa umat manusia keluar dari zaman kegelapan (kebodohan)
menuju zaman cahaya yang terang benderang yakni dengan agama Islam. Al-Qur’an
juga menjelaskan yang haq dan yang bathil
Di
dalam makalah ini akan dibahas mengenai Larangan Membela Orang Salah menurut Al-Qur’an
surat An-Nisaa’ayat 105 serta berbagai
penafsirannya.
Salah satu hal yang akan dibahas antara lain mengenai Larangan Membela Orang Yang Salah. Selengkapnya akan dibahas pada bab II pembahasan.
1.2 Rumusan Masalah
Ø Bagaimanakah
penafsiran Al-Qur’an surat A-Nisaa ayat 105 tentang Larangan Membela Orang Salah?
Ø Bagaimana
asal turunnya Al-Qur’an surat An-Nisaa’ayat 105?
Ø Korelasi
atau hubungannya dengan surah lain (surat Al-Anfal ayat 58)
Ø Analisis
penafsiran dan aplikasi dalam kegiatan hukum
1.3 Maksud dan Tujuan
Mengetahui
penafsiran Larangan Membela Orang Salah menurut Al-Qur’an surat An-Nisaa’:
105
إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ
النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللَّهُ وَلا تَكُنْ لِلْخَائِنِينَ خَصِيمًا (١٠٥
BAB II
PEMBAHASAN
A.Bunyi Ayat Al-Qur’an dan Terjemahnya
Al-Qur’an
surat An-Nisaa’: 105
إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ
النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللَّهُ وَلا تَكُنْ لِلْخَائِنِينَ خَصِيمًا (١٠٥
Artinya:
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran,
supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan
kepadamu, dan janganlah kamu menjadi pembela bagi orang-orang yang berkhianat.
B. Kata kunci
Ø Al kitab
Alkitab berasal
dari kata "Al-Kitab" (bahasa Arab: الكتاب) yang secara sederhana berarti
"buku" atau "kitab. Secara istilah kitab adalah tulisan wahyu
pada lembaran-lembaran yang terkumpul menjadi satu bentuk buku (Al-quran).
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kitab adalah buku atau wahyu
Tuhan yg dibukukan
Ø Al haq
الحق berasal dari kata حق, terdiri
dari 2 huruf yakni ha dan qaf. Maknanya berkisar pada kemantapan
sesuatu dan kebenarannya.
Lawan dari yang batil/lenyap adalah Haq. Sesuatu yang “mantap dan tidak berubah”,
juga dinamai haq, demikian juga yang
“mesti dilaksanakan” atau “yang wajib”.
C. Tafsir ayat
a.Tafsir dari Departemen Agama
Allah SWT menjelaskan dalam ayat ini
bahwa Alquran yang membenarkan kebenaran itu diturunkan kepada Nabi Muhammad
saw untuk mengadili perkara yang terjadi antara manusia dengan berdasarkan
hukum-hukum yang diajarkan Allah. berdasarkan kitab itu, Nabi Muhammad saw
memutuskan suatu perkara dengan adil. Beliau dilarang menjadi lawan dari yang
benar atau kawan bagi yang salah.
Diriwayataan oleh Ibnu Mardawaih dari Ibnu Abbas:
"Bahwa salah seorang dari
golongan Ansar yang berperang bersama Rasulullah saw dalam satu peperangan
kehilangan baju besi. Seorang laki-laki dari Ansar tertuduh mencuri baju besi
itu. Pemilik baju besi itu menghadap Rasulullah saw dan mengatakan bahwa Tu'mah bin Ubairik yang mencuri baju besi itu dan
meletakannya di rumah seorang laki-laki yang tidak bersalah. Kemudian Tu'mah
memberitahukan kepada kaumnya bahwa dia telah menggelapkan baju besi dan
menyembunyikannya di rumah orang lain yang tidak bersalah. Baju besi itu kelak
diketemukan di rumah orang itu. Famili Tu'mah pergi menghadap Rasul pada suatu
malam mengatakan kepada beliau: "Sesungguhnya saudara kami Tu'mah bersih
dari tuduhan itu. Sesungguhnya pencuri baju besi itu ialah si fulan, dan kami benar-benar mengetahui tentang
itu". Bebaskanlah saudara kami dari segala tuduhan di hadapan khalayak dan
belalah dia. Jika Allah tidak memeliharanya dengan perantaraanmu binasalah dia,
lalu berdirilah Rasul membersihkan Tu'mah dari segala tuduhan dan mengumumkan
hal itu di hadapan khalayak ramai, maka turunlah ayat ini(An-Nisaa’: 105).
(H.R. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas)
Ayat ini menegur Rasul karena beliau
percaya begitu saja terhadap laporan Bani Ubairik dan beliau dengan segera
membebaskan Tu'mah. Seolah-olah beliau menjadi pembela bagi orang-orang yang
belum tentu benar.
b. Tafsir Jalalain
(Sesungguhnya Kami telah menurunkan
kitab kepadamu) yakni Alquran (dengan benar) kaitannya ialah kepada
"menurunkan" (agar kamu mengadili di antara manusia dengan apa yang
telah diajarkan Allah kepadamu). (Dan janganlah kamu menjadi pembela bagi orang
yang berkhianat) seperti Thu`mah dan menjadi penentang mereka atau pihak
lawannya.
c. Menurut tafsir al-marghi
menjelaskan bahwa ayat ini
secara ringkas mengandung makna bahwa janganlah bersikap meremehkan di dalam
meneliti yang haq karena tertipu oleh pembicaraan orang-orang yang berkhianat
dan kepandaiannya di dalam berdebat, agar kamu tidak menjadi penentang
kebenaran demi membela mereka yang berkhianat.
D. Asbabun Nuzul
Dalam suatu
peperangan Rasulullah SAW bersama kaum Anshar, tiba-tiba baju besi salah
seorang diantara mereka dicuri. Si pemilik baju besi ini menduga bahwa baju
besi dicuri oleh salah seorang Anshar. Maka datanglah pemilik baju besi itu
kepada Rasulullah dan berkata, “sesungguhnya Thu’mah bin Abiraq telah mencuri
baju besiku.’ Tatkala Thu’mah bin Abiraq melihat pengaduan si pemilik baju besi
ini, maka dia mengambil baju besi, lalu melemparkannya ke rumah seorang Yahudi
yang tak bersalah.
Thu’mah bin Abiraq lalu berkata
kepada kelompoknya, ‘Saya kehilangan baju besi, lalu saya menemukannya di rumah
si Fulan dan ia akan ditemukan di sana.’ Maka mereka semua pun pergilah kepada
Nabi SAW seraya berkata, ‘Hai Nabi Allah, sahabat kami Thu’mah bin Abiraq tidak
berdosa. Yang memilki baju besi itu si Fulan. Kami betul-betul mengetahuinya.
Maka mintakanlah alasan untuk teman kami kepada para pemimpin khalayak ramai,
dan belalah dia, karena jika dia tidak dilindungi Allah melalui engkau, niscaya
binasalah dia.’
Maka Rasulullah SAW pun bangkit, lalu
menyatakan dia tidak bersalah, membelanya di depan para pemuka masyarakat.
Sikap Nabi SAW yang membela Thu’mah bin Abiraq tersebut tanpa mengetahui lebih
dalam perkaranya, menunjukkan bahwa tidak ada seorang pun yang mengetahui
kegaiban (hal yang tersembunyi, termasuk Rasulullah SAW, kecuali kegaiban yang
diperlihatkan Allah kepadanya, sehingga beliau dapat diperdaya oleh orang-orang
yang bathil itu. Lalu Allah SWT menegur tindakan Rasulullah SAW tersebut dengan
menurunkan Surat An-Nisaa’ ayat 105-107:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa
kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah
wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak
bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat (105), dan mohonlah ampun
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (106). Dan
janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi
bergelimang dosa (107),” (Q.S. An-Nisaa’ ayat 105-107).
Terhadap Thu’mah Abiraq dan kawan-kawannya yang datang kepada Nabi SAW dan
telah menyembunyikan kebohongannya, maka turunlahsurat An Nisaa’ ayat 108,
yakni
“mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari
Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan
keputusan rahasia yang Allah tidak ridhai. Dan adalah Allah Maha Meliputi
(ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.” (Q.S. An-Nisaa’ ayat
108)
Maksudnya adalah orang-orang yang
datang menemui Rasulullah SAW sambil menyembunyikan kebohongannya berdalih guna
membela pengkhianat, yaitu Thu’mah bin Abiraq sebagai pencuri. Orang-orang yang
datang menemui Rasulullah SAW sambil menyembunyikan kebohongannya tentulah
tidak dapat bersembunyi dari Allah. Penggalan ayat 108 ini merupakan
pengingkaran terhadap orang-orang munafiq yang menyembunyikan berbagai bentuk
kejelekannya dari penglihatan manusia agar orang lain tidak membencinya,
padahal mereka jelas terlihat oleh Allah SWT, sebab Dia dapat melihat seluruh
rahasia mereka.
E. Korelasi dengan ayat lain
Al-Qur’an surat Al Anfal ayat 58:
وَإِمَّا تَخَافَنَّ مِنْ قَوْمٍ
خِيَانَةً فَانْبِذْ إِلَيْهِمْ عَلَى سَوَاءٍ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ
الْخَائِنِينَ
Artinya:
Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan,
maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.
·
Kata kunci
Khiyanatan (pengkhianatan), yakni
melanggar perjanjian melalui tanda-tanda penghianatan yang tampak dari mereka.
Orang-orang yang berlaku khianat : Adalah orang-orang yang berlaku
khianat kepada Allah dan Rasul-Nya. Berlaku kianat apabila mereka diberi
kepercayaan baik amanah ilmiyah ataukah amanah-amanah lainnya dan lain
sebagainya. Mereka menyebarkan rahasia orang lain, mengakui sesuatu dengan
dasar kedustaan, berlaku curang dalam setiap interaksi mereka dan dalam setiap
perdaganan mereka. Mereka melanggar segala bentuk perjanjian, menyalahi setiap
kesepakatan yang telah mereka sepakati, dan mereka mereka menarik
kembali setiap janji-jani mereka. Orang-orang yang berlaku khianat adalah
orang-orang yang berlaku curang dalam setiap hukum, atau kepada rakyat dan
keluarga mereka dan kepada setiap bawahan mereka, Mereka seperti yang tercnatum
didalam sebuah hadits :
“ Sesungguhnya
sepeninggal kalian akan datang suatu kaum yang mereka berlaku khianat dan tidak
dapat dipercaya. Mereka bersaksi namun persaksian mereka tidak dapat
dipersaksikan , mereka bernadzar namun tidak menepatinya.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari didalam Kitab asy-Syahadaat, bab. Laa Yasyhad
‘ala Syahadah juurin idzaa Usyhida).
Pada sebuah hadits disebutkan :
“ Barang siapa yang
mengisyaratkan kepada saudaranya suatu perkara, namun dia mengetahui kalau yang
lurus adalah selain perkara tersebut, sunguh dia telah berlaku khianat “ (Shahih Sunan Abu Daud no. 3105).
Orang-orang yang berlaku khianat
adalah orang-orang yang menjadi penjaga saudara-saudara mereka, karib kerabat,
tetangga mereka pada keluarga dan istri-istri mereka, namun mereka
mengkhianatinya. Dan mengkhianati semua rekan-rekan kerja mereka atau yang
orang-orang yang mengerjakannya. Orang-orang yang berlaku khianat adalah
orang-orang yang menkhususkan doa hanya untuk diri mereka tanpa menyertakan
makmum, mereka melirik kepada kaum wanita, dan mengkhianati istri-istri mereka,
Dan juga kaum wanita yang mengkhianati suami-sumi mereka. Mereka berdusta
kepada orang lain disetiap perbincangan mereka padahal orang-orang selain
mereka yangmendengarkannya memebenarkan ucapan mereka.
·
Ayat
58 surat al-Anfal mengandung makna bahwa jika kamu (Muhammad) khawatir terhadap
kaum Yahudi yang mengadakan perjanjian akan mengkhianati dan merusak
perjanjian, karena kamu melihat tanda-tanda jelas yang menunujuk kepadanya,
maka tutuplah pintu pengkhianatan itu sebelum terjadi, dengan melemparkannya
kepada mereka dan memperingatkan mereka bahwa kamu (Muhammad) tidak lagi
terikat kepadanya, dan tidak memperhatikan urusan mereka. Ini, hendaknya kamu
(Muhammad) lakukan dengan cara yang terang tanpa penipuan dan
sembunyi-sembunyi.
F. Analisis
Penafsiran
Al-Qur’an surat An-Nisaa’: 105
إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ
النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللَّهُ وَلا تَكُنْ لِلْخَائِنِينَ خَصِيمًا (١٠٥
Artinya:
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu
dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang
telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi pembela bagi
orang-orang yang berkhianat.
Surat An
nisa ayat 105 mengandung pengartian bahwa kita tidak diperbolehkan membela
orang yang salah. Jika penulis mengimplementasikan ayat tersebut dengan proses
hukum yang berlaku di Indonesia mungkin akan timbul pertanyaan dibenak kita,
apa seorang advocat tidak dapat menerima klient yang bersalah? Menurut sumber
sumber yang penulis baca, seorang seorang advokat wajib menerima dan “membela”
semua klien tanpa membeda-bedakan sesuai dengan KUHAP Pasal 54 telah menegaskan
bahwa tersangka/terdakwa berhak untuk mendapatkan bantuan hukum pada setiap
tingkat pemeriksaan, Namun ketentuan yang bersifat fakultatif ini telah
dikritik sejak lama, karena tanpa seorang advokatpun yang mendampingi
tersangka/terdakwa, maka pemeriksaan tetap dapat dilanjutkan.
Selain itu
ketentuan inipun dalam tingkat penyidikan juga masih mendapat sorotan karena
menurut Pasal 115 KUHAP, pendampingan seorang advokat terhadap kliennya hanya
terbatas pada melihat atau menyaksikan, atau mendengarkan (within sight and
within hearing) inipun masih dapat dibatasi jika kasusnya tersangkut dengan
keamanan negara, maka peran advokat untuk mendampingi kliennya hanya terbatas
untuk melihat saja (within sight).
Bantuan
hukum dapat berubah menjadi wajib, sebagaimana diatur dalam Pasal 56, jika
sangkaan atau dakwaan terhadap tersangka/terdakwa diancam dengan hukuman mati
dan/atau hukuman lima belas tahun atau lebih atau khusus bagi yang tidak mampu
jika tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana 5 tahun atau lebih dan
ia tidak mempunyai penasihat hukum. Untuk itu, salah satu miranda rule dalam
KUHAP adalah yang diatur dalam Pasal 56 KUHAP. Jadi tugas advokat adalah
memberi perlindungan dan bantuan hukum kepada kliennya agar dalam berperkara
dapat diperlakukan secara adil sesuai hukum yang berlaku. Jadi salah
kalau selama ini ada anggapan bahwa advokat bertugas membebaskan klien
dari jeratan hukum. Kalau bersalah ya tetap bersalah dan dihukum, namun
hukuman dan perlakuan hukum yang diterima harus sepadan dengan perbuatannya,
itulah prinsip keadilan yang arus dijunjung tinggi.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Setelah saya mengadakan pembahasan terhadap
masalah-masalah yang terdapat pada pokok bahasan dan analisis terhadap
larangan membela orang yang salah akhirnya penyusun dapat menarik kesimpulan
bahwa seorang advokat dapat menerima dan “membela” semua klien tanpa
membeda-bedakan sesuai dengan Dalam KUHAP pasal 54 dan 56 disebutkan bahwa
kewajiban advokat adalah membela orang tanpa membeda-bedakan siapa orangnya dan
kasus apa yang dihadapinya. Apakah itu kasus pembunuhan, terorisme, narkotika,
maupun korupsi. Tetapi dalam “membela” klient dalam artian memberi perlindungan
dan bantuan hukum kepada kliennya agar dalam berperkara dapat diperlakukan
secara adil sesuai hukum yang berlaku, bukan membebaska klient yang bersalah
dari jerat hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad asy-Syaukani, Imam Muhammad bin Ali,
Tafsir Fathul Qadir, penj. Amir Hamzah F. dan Asep S., Jakarta: Pustaka Azzam,
2009