Rabu, 21 Oktober 2015



MAKALAH
Tafsir Al-Qur’an surat An-Nisaa’ ayat 105
tentang Larangan Membela Orang Salah












 















Pembimbing   :  Nurul M, M.Pd.I
Disusun Oleh        :
Aida Yuniar
Erna Widya Widayani
Islachiyatul Asyrofiyah

MAN Kandangan
2015/2016


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi teman-teman sekalian.
Amiin.
























BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Al-Qur’an sebagai wahyu yang diberikan kepada Nabi Muhammad Saw. membawa umat manusia keluar dari zaman kegelapan (kebodohan) menuju zaman cahaya yang terang benderang yakni dengan agama Islam. Al-Qur’an juga menjelaskan yang haq dan yang bathil
Di dalam makalah ini akan dibahas mengenai Larangan Membela Orang Salah menurut Al-Qur’an surat An-Nisaa’ayat 105 serta berbagai penafsirannya. Salah satu hal yang akan dibahas antara lain mengenai Larangan Membela Orang Yang Salah. Selengkapnya akan dibahas pada bab II pembahasan.

1.2 Rumusan Masalah
Ø  Bagaimanakah penafsiran Al-Qur’an surat A-Nisaa ayat 105 tentang Larangan Membela Orang Salah?
Ø  Bagaimana asal turunnya Al-Qur’an surat An-Nisaa’ayat 105?
Ø  Korelasi atau hubungannya dengan surah lain (surat Al-Anfal ayat 58)
Ø  Analisis penafsiran dan aplikasi dalam kegiatan hukum

1.3 Maksud dan Tujuan
Mengetahui penafsiran Larangan Membela Orang Salah menurut Al-Qur’an surat An-Nisaa’: 105

إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللَّهُ وَلا تَكُنْ لِلْخَائِنِينَ خَصِيمًا (١٠٥







BAB II
PEMBAHASAN
A.Bunyi Ayat Al-Qur’an dan Terjemahnya
Al-Qur’an surat An-Nisaa’: 105

إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللَّهُ وَلا تَكُنْ لِلْخَائِنِينَ خَصِيمًا (١٠٥
Artinya:
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi pembela bagi orang-orang yang berkhianat.
B. Kata kunci
Ø  Al kitab
Alkitab berasal dari kata "Al-Kitab" (bahasa Arab: الكتاب) yang secara sederhana berarti "buku" atau "kitab. Secara istilah kitab adalah tulisan wahyu pada lembaran-lembaran yang terkumpul menjadi satu bentuk buku (Al-quran). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kitab adalah buku atau wahyu Tuhan yg dibukukan
Ø  Al haq
الحق berasal dari kata حق, terdiri dari 2 huruf yakni ha dan qaf. Maknanya berkisar pada kemantapan sesuatu dan kebenarannya. Lawan dari yang batil/lenyap adalah Haq. Sesuatu yang “mantap dan tidak berubah”, juga dinamai haq, demikian juga yang “mesti dilaksanakan” atau “yang wajib”. 
C. Tafsir ayat
 a.Tafsir dari Departemen Agama
Allah SWT menjelaskan dalam ayat ini bahwa Alquran yang membenarkan kebenaran itu diturunkan kepada Nabi Muhammad saw untuk mengadili perkara yang terjadi antara manusia dengan berdasarkan hukum-hukum yang diajarkan Allah. berdasarkan kitab itu, Nabi Muhammad saw memutuskan suatu perkara dengan adil. Beliau dilarang menjadi lawan dari yang benar atau kawan bagi yang salah.
Diriwayataan oleh Ibnu Mardawaih dari Ibnu Abbas:
"Bahwa salah seorang dari golongan Ansar yang berperang bersama Rasulullah saw dalam satu peperangan kehilangan baju besi. Seorang laki-laki dari Ansar tertuduh mencuri baju besi itu. Pemilik baju besi itu menghadap Rasulullah saw dan mengatakan bahwa Tu'mah bin Ubairik yang mencuri baju besi itu dan meletakannya di rumah seorang laki-laki yang tidak bersalah. Kemudian Tu'mah memberitahukan kepada kaumnya bahwa dia telah menggelapkan baju besi dan menyembunyikannya di rumah orang lain yang tidak bersalah. Baju besi itu kelak diketemukan di rumah orang itu. Famili Tu'mah pergi menghadap Rasul pada suatu malam mengatakan kepada beliau: "Sesungguhnya saudara kami Tu'mah bersih dari tuduhan itu. Sesungguhnya pencuri baju besi itu ialah si fulan, dan kami benar-benar mengetahui tentang itu". Bebaskanlah saudara kami dari segala tuduhan di hadapan khalayak dan belalah dia. Jika Allah tidak memeliharanya dengan perantaraanmu binasalah dia, lalu berdirilah Rasul membersihkan Tu'mah dari segala tuduhan dan mengumumkan hal itu di hadapan khalayak ramai, maka turunlah ayat ini(An-Nisaa’: 105).
(H.R. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas)
Ayat ini menegur Rasul karena beliau percaya begitu saja terhadap laporan Bani Ubairik dan beliau dengan segera membebaskan Tu'mah. Seolah-olah beliau menjadi pembela bagi orang-orang yang belum tentu benar.
b. Tafsir Jalalain
(Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu) yakni Alquran (dengan benar) kaitannya ialah kepada "menurunkan" (agar kamu mengadili di antara manusia dengan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu). (Dan janganlah kamu menjadi pembela bagi orang yang berkhianat) seperti Thu`mah dan menjadi penentang mereka atau pihak lawannya.
c. Menurut tafsir al-marghi
 menjelaskan bahwa ayat ini secara ringkas mengandung makna bahwa janganlah bersikap meremehkan di dalam meneliti yang haq karena tertipu oleh pembicaraan orang-orang yang berkhianat dan kepandaiannya di dalam berdebat, agar kamu tidak menjadi penentang kebenaran demi membela mereka yang berkhianat.
D. Asbabun Nuzul
Dalam suatu peperangan Rasulullah SAW bersama kaum Anshar, tiba-tiba baju besi salah seorang diantara mereka dicuri. Si pemilik baju besi ini menduga bahwa baju besi dicuri oleh salah seorang Anshar. Maka datanglah pemilik baju besi itu kepada Rasulullah dan berkata, “sesungguhnya Thu’mah bin Abiraq telah mencuri baju besiku.’ Tatkala Thu’mah bin Abiraq melihat pengaduan si pemilik baju besi ini, maka dia mengambil baju besi, lalu melemparkannya ke rumah seorang Yahudi yang tak bersalah.
Thu’mah bin Abiraq lalu berkata kepada kelompoknya, ‘Saya kehilangan baju besi, lalu saya menemukannya di rumah si Fulan dan ia akan ditemukan di sana.’ Maka mereka semua pun pergilah kepada Nabi SAW seraya berkata, ‘Hai Nabi Allah, sahabat kami Thu’mah bin Abiraq tidak berdosa. Yang memilki baju besi itu si Fulan. Kami betul-betul mengetahuinya. Maka mintakanlah alasan untuk teman kami kepada para pemimpin khalayak ramai, dan belalah dia, karena jika dia tidak dilindungi Allah melalui engkau, niscaya binasalah dia.’
Maka Rasulullah SAW pun bangkit, lalu menyatakan dia tidak bersalah, membelanya di depan para pemuka masyarakat. Sikap Nabi SAW yang membela Thu’mah bin Abiraq tersebut tanpa mengetahui lebih dalam perkaranya, menunjukkan bahwa tidak ada seorang pun yang mengetahui kegaiban (hal yang tersembunyi, termasuk Rasulullah SAW, kecuali kegaiban yang diperlihatkan Allah kepadanya, sehingga beliau dapat diperdaya oleh orang-orang yang bathil itu. Lalu Allah SWT menegur tindakan Rasulullah SAW tersebut dengan menurunkan Surat An-Nisaa’ ayat 105-107:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat (105), dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (106). Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa (107),” (Q.S. An-Nisaa’ ayat 105-107).

Terhadap Thu’mah Abiraq dan kawan-kawannya yang datang kepada Nabi SAW dan telah menyembunyikan kebohongannya, maka turunlahsurat An Nisaa’ ayat 108, yakni
mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhai. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.” (Q.S. An-Nisaa’ ayat 108)
Maksudnya adalah orang-orang yang datang menemui Rasulullah SAW sambil menyembunyikan kebohongannya berdalih guna membela pengkhianat, yaitu Thu’mah bin Abiraq sebagai pencuri. Orang-orang yang datang menemui Rasulullah SAW sambil menyembunyikan kebohongannya tentulah tidak dapat bersembunyi dari Allah. Penggalan ayat 108 ini merupakan pengingkaran terhadap orang-orang munafiq yang menyembunyikan berbagai bentuk kejelekannya dari penglihatan manusia agar orang lain tidak membencinya, padahal mereka jelas terlihat oleh Allah SWT, sebab Dia dapat melihat seluruh rahasia mereka.

E. Korelasi dengan ayat lain
Al-Qur’an surat Al Anfal ayat 58:
وَإِمَّا تَخَافَنَّ مِنْ قَوْمٍ خِيَانَةً فَانْبِذْ إِلَيْهِمْ عَلَى سَوَاءٍ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْخَائِنِينَ

Artinya:
Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.
·         Kata kunci
Khiyanatan (pengkhianatan), yakni melanggar perjanjian melalui tanda-tanda penghianatan yang tampak dari mereka.  Orang-orang yang berlaku khianat : Adalah orang-orang yang berlaku khianat kepada Allah dan Rasul-Nya. Berlaku kianat apabila mereka diberi kepercayaan baik amanah ilmiyah ataukah amanah-amanah lainnya dan lain sebagainya. Mereka menyebarkan rahasia orang lain, mengakui sesuatu dengan dasar kedustaan, berlaku curang dalam setiap interaksi mereka dan dalam setiap perdaganan mereka. Mereka melanggar segala bentuk perjanjian, menyalahi setiap kesepakatan yang telah mereka sepakati, dan mereka  mereka menarik kembali setiap janji-jani mereka. Orang-orang yang berlaku khianat adalah orang-orang yang berlaku curang dalam setiap hukum, atau kepada rakyat dan keluarga mereka dan kepada setiap bawahan mereka, Mereka seperti yang tercnatum didalam sebuah hadits :
“ Sesungguhnya sepeninggal kalian akan datang suatu kaum yang mereka berlaku khianat dan tidak dapat dipercaya. Mereka bersaksi namun persaksian mereka tidak dapat dipersaksikan , mereka bernadzar namun tidak menepatinya.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari didalam Kitab asy-Syahadaat, bab. Laa Yasyhad ‘ala Syahadah juurin idzaa Usyhida).
Pada sebuah hadits disebutkan :
“ Barang siapa yang mengisyaratkan kepada saudaranya suatu perkara, namun dia mengetahui kalau yang lurus adalah selain perkara tersebut, sunguh dia telah berlaku khianat “ (Shahih Sunan Abu Daud no. 3105).
Orang-orang yang berlaku khianat adalah orang-orang yang menjadi penjaga saudara-saudara mereka, karib kerabat, tetangga mereka pada keluarga dan istri-istri mereka, namun mereka mengkhianatinya. Dan mengkhianati semua rekan-rekan kerja mereka atau yang orang-orang yang mengerjakannya. Orang-orang yang berlaku khianat adalah orang-orang yang menkhususkan doa hanya untuk diri mereka tanpa menyertakan makmum, mereka melirik kepada kaum wanita, dan mengkhianati istri-istri mereka, Dan juga kaum wanita yang mengkhianati suami-sumi mereka. Mereka berdusta kepada orang lain disetiap perbincangan mereka padahal orang-orang selain mereka yangmendengarkannya memebenarkan ucapan mereka.
·          Ayat 58 surat al-Anfal mengandung makna bahwa jika kamu (Muhammad) khawatir terhadap kaum Yahudi yang mengadakan perjanjian akan mengkhianati dan merusak perjanjian, karena kamu melihat tanda-tanda jelas yang menunujuk kepadanya, maka tutuplah pintu pengkhianatan itu sebelum terjadi, dengan melemparkannya kepada mereka dan memperingatkan mereka bahwa kamu (Muhammad) tidak lagi terikat kepadanya, dan tidak memperhatikan urusan mereka. Ini, hendaknya kamu (Muhammad) lakukan dengan cara yang terang tanpa penipuan dan sembunyi-sembunyi.
F. Analisis Penafsiran
Al-Qur’an surat An-Nisaa’: 105

إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللَّهُ وَلا تَكُنْ لِلْخَائِنِينَ خَصِيمًا (١٠٥
Artinya:
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi pembela bagi orang-orang yang berkhianat.
Surat An nisa ayat 105 mengandung pengartian bahwa kita tidak diperbolehkan membela orang yang salah. Jika penulis mengimplementasikan ayat tersebut dengan proses hukum yang berlaku di Indonesia mungkin akan timbul pertanyaan dibenak kita, apa seorang advocat tidak dapat menerima klient yang bersalah? Menurut sumber sumber yang penulis baca, seorang seorang advokat wajib menerima dan “membela” semua klien tanpa membeda-bedakan sesuai dengan KUHAP Pasal 54 telah menegaskan bahwa tersangka/terdakwa berhak untuk mendapatkan bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan, Namun ketentuan yang bersifat fakultatif ini telah dikritik sejak lama, karena tanpa seorang advokatpun yang mendampingi tersangka/terdakwa, maka pemeriksaan tetap dapat dilanjutkan.
Selain itu ketentuan inipun dalam tingkat penyidikan juga masih mendapat sorotan karena menurut Pasal 115 KUHAP, pendampingan seorang advokat terhadap kliennya hanya terbatas pada melihat atau menyaksikan, atau mendengarkan (within sight and within hearing) inipun masih dapat dibatasi jika kasusnya tersangkut dengan keamanan negara, maka peran advokat untuk mendampingi kliennya hanya terbatas untuk melihat saja (within sight).
Bantuan hukum dapat berubah menjadi wajib, sebagaimana diatur dalam Pasal 56, jika sangkaan atau dakwaan terhadap tersangka/terdakwa diancam dengan hukuman mati dan/atau hukuman lima belas tahun atau lebih atau khusus bagi yang tidak mampu jika tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana 5 tahun atau lebih dan ia tidak mempunyai penasihat hukum. Untuk itu, salah satu miranda rule dalam KUHAP adalah yang diatur dalam Pasal 56 KUHAP. Jadi tugas advokat adalah memberi perlindungan dan bantuan hukum kepada kliennya agar dalam berperkara dapat diperlakukan secara adil sesuai hukum yang berlaku. Jadi salah kalau  selama ini ada anggapan bahwa advokat bertugas membebaskan klien dari jeratan hukum. Kalau bersalah  ya tetap bersalah dan dihukum, namun hukuman dan perlakuan hukum yang diterima harus sepadan dengan perbuatannya, itulah prinsip keadilan yang arus dijunjung tinggi.






























BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Setelah saya mengadakan pembahasan terhadap masalah-masalah yang terdapat pada  pokok bahasan dan analisis terhadap larangan membela orang yang salah akhirnya penyusun dapat menarik kesimpulan bahwa seorang advokat dapat menerima dan “membela” semua klien tanpa membeda-bedakan sesuai dengan Dalam KUHAP pasal 54 dan 56 disebutkan bahwa kewajiban advokat adalah membela orang tanpa membeda-bedakan siapa orangnya dan kasus apa yang dihadapinya. Apakah itu kasus pembunuhan, terorisme, narkotika, maupun korupsi. Tetapi dalam “membela” klient dalam artian memberi perlindungan dan bantuan hukum kepada kliennya agar dalam berperkara dapat diperlakukan secara adil sesuai hukum yang berlaku, bukan membebaska klient yang bersalah dari jerat hukum.



DAFTAR PUSTAKA
Muhammad asy-Syaukani, Imam Muhammad bin Ali, Tafsir Fathul Qadir, penj. Amir Hamzah F. dan Asep S., Jakarta: Pustaka Azzam, 2009


Tidak ada komentar:

Posting Komentar